H@d@p!l@h h@r!mu deng@n Ceri@

Sabtu, 31 Januari 2009

Gokusen

Ah, masa-masa SMA… Banyak yang berpendapat bahwa pada masa-masa sekolah menengah-lah, karakter seseorang terbentuk. Tentu saja, masa SMA juga menyediakan backdrop ideal untuk berbagai film, novel, anime, serta manga. Dan salah satu manga dengan tema SMA yang paling sukses, adalah serial Gokusen, buah karya Kozueko Morimoto…
Gokusen mengisahkan petualangan Yamaguchi “Yankumi” Kumiko. Ada dua hal yang unik mengenai karir Yankumi. Pertama adalah murid-muridnya. Yankumi mengajar di sebuah SMA khusus cowok, Shirokin Gakuen, dan diserahi kelas 3-D, yang penuh dengan anak-anak nakal, berandalan, dan preman. Mungkin tak begitu asing lagi di dunia drama-fiksi pendidikan, tetapi kelas dengan murid yang normal tentunya tidak menghasilkan cerita yang seru bukan?
Kedua adalah latar belakang Yankumi. Ia adalah cucu dari seorang bos yakuza. Bahkan, ia adalah calon penerus klan yakuza tersebut. Tentu saja pilihan calon bos yakuza untuk menjadi guru SMA tidak hanya ditentang anggota keluarganya (kecuali sang kakek), tetapi juga menjadikan kehidupan mengajar Yankumi lebih ‘menarik’ dari biasa. Porsi besar cerita Gokusen memperlihatkan usaha Yankumi untuk menyembunyikan latar belakangnya. Yang menjadi semakin kocak karena Yankumi sering keceplosan berbicara atau bertingkah ala yakuza, yang diikuti usaha menutup-nutupinya dengan berpura-pura bodoh atau dengan berlagak sok imut.
Gokusen vol.5, Level Comics
Gokusen vol.5, Level Comics
Tentu saja, kisah Gokusen juga diwarnai dengan berbagai kepribadian yang harus dihadapi Yankumi; rekan gurunya yang terobsesi dengan ‘daun muda’ di sekolahnya,  kakeknya sang bos yakuza, para anggota klan yakuza yang bekerja untuknya, sampai ketua kelas 3-D yang jauh lebih pintar daripada sang guru yang masih naif dan penuh idealisme. Sang ketua kelas, Sawada Shin, juga menjadi pemeran utama dalam kisah cinta Yankumi. Tampaknya, pengarang Gokusen amat senang menempatkan kedua sejoli ini dalam situasi-situasi lucu dan unik untuk memupuk hubungan antar keduanya. Bahkan ada pula adegan Romeo dan Juliet terbalik ketika Yankumi memanjat dinding di bawah balkon kamar di mana Sawada sedang dikurung sebagai hukuman. Menggemaskan, lucu, dan menyentuh…
Satu lagi keunikan Gokusen adalah konsistensi ceritanya. Ketika di manga bersetting SMA lainnya, seperti GTO, cerita cepat beralih ke tokoh guru membantu meluruskan masalah pribadi murid-muridnya, di Gokusen, idealisme Yankumi tidak pernah berubah. Jadi, sampai volume ke-9 pun, pekerjaan rumah dan ulangan masih menjadi menu utama cerita.
Yang juga membedakannya dengan kebanyakan manga adalah gaya gambarnya. Garis-garis yang tegas serta tampilan overall yang sederhana dan polos, menjadikan Gokusen nampak underdog pada pandangan pertama.  Tapi terbukti manga ini mendapat sambutan besar di Jepang, dan memiliki cerita yang sangat menghibur.
Kesuksesan Gokusen tidak berhenti di sini. Di awal tahun 2004, versi anime Gokusen mulai ditayangkan di Jepang. Dan sebelumnya, di tahun 2002, Gokusen mulai hadir di layar kaca Jepang sebagai serial drama TV. Drama TV inilah yang benar-benar mendongkrak popularitas Gokusen (terutama di luar kalangan penggemar manga), sehingga tak mengherankan di tahun 2005 season keduanya mulai ditayangkan, disusul season ketiga di tahun 2008.
Hanya saja, terdapat perbedaan cukup besar antara versi manga, anime dan dorama-nya. Jika dalam manga-nya ketertarikan Yankumi-Sawada (yang agaknya kurang disadari oleh Yankumi) menjadi salah satu bagian terbesar cerita, aspek yang satu ini cenderung pudar di anime-nya. Sedangkan di serial drama Gokusen, kisah cinta ini hampir tidak berbekas, dan fokus cerita diambil alih oleh usaha Yankumi ‘membereskan’ kelasnya. Bahkan, di versi drama ini, peralihan season juga diwarnai dengan pergantian anggota kelas. Tapi bagaimanapun juga, seorang guru pasti suatu saat akan berpisah dengan murid-muridnya, kan?
"data dari site sebelah hehehe"